Ahmad Faozi, S.Psi., M.Pd., M.Pd. (Santri Mlangi)
Pergunu DIY–Pendidikan-Pendidikan adalah proses membentuk karakter dan akhlak generasi penerus agar menjadi insan yang berilmu, berakhlak mulia, dan bermanfaat bagi masyarakat. Sebagai pendidik, kita sering dihadapkan pada pertanyaan mendasar: bagaimana menciptakan pendidikan yang tidak hanya mencetak generasi cerdas, tetapi juga berakhlak mulia? Dalam tulisan ini, saya ingin membahas pentingnya pergeseran paradigma pendidikan dari pendekatan reward and punishment menuju kindness strategy, khususnya di sekolah dan pesantren.
Pergeseran Paradigma: Dari Reward and Punishment Menuju Kindness Strategy
Tradisi pendidikan konvensional kerap menggunakan pendekatan reward and punishment untuk memotivasi peserta didik. Ketika mereka berhasil, penghargaan diberikan; dan ketika melakukan kesalahan, hukuman diterapkan. Namun, pendekatan ini sering kali menghasilkan individu yang berorientasi pada hasil semata, bukan proses atau nilai keikhlasan.
Sebaliknya, kindness strategy menawarkan pendekatan yang lebih humanis. Strategi ini memfokuskan pada penguatan karakter melalui kasih sayang, empati, dan refleksi mendalam. Dalam Islam, kasih sayang adalah inti dari pendidikan. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.” (HR. Bukhari). Melalui pendekatan ini, pendidik mengajarkan bahwa setiap kebaikan yang dilakukan adalah ibadah, dan kesalahan adalah peluang untuk belajar.
1. Pendidikan Berbasis Keikhlasan
Dalam pesantren, keikhlasan menjadi ruh dari setiap aktivitas. Santri diajarkan bahwa ilmu bukan sekadar untuk mencari dunia, tetapi sebagai jalan menuju ridha Allah. Nilai keikhlasan inilah yang menjadi fondasi pendidikan berbasis kindness strategy.
Implementasi:
- Guru dan pendidik menanamkan niat ikhlas dalam setiap kegiatan belajar. Misalnya, mengajarkan santri bahwa membantu teman adalah bagian dari amal soleh yang dicatat sebagai pahala.
- Apresiasi diberikan dengan doa atau nasihat spiritual, seperti, “Semoga usahamu ini diberkahi Allah.”
2. Teladan Guru dan Kiai dalam Pendidikan Karakter
Pendidikan yang efektif membutuhkan figur teladan. Dalam tradisi pesantren, kiai adalah role model utama. Hubungan santri dengan guru didasarkan pada rasa hormat dan kasih sayang.
Implementasi Kindness Strategy:
- Guru menunjukkan perilaku sabar, mendengarkan keluhan peserta didik, dan memaafkan kesalahan mereka dengan bijak.
- Teguran dilakukan dengan dialog penuh kasih sayang. Misalnya, alih-alih menghukum santri yang terlambat salat, guru mengajak berdiskusi: “Bagaimana caranya agar salat kita lebih tepat waktu?”
3. Kemandirian dan Tanggung Jawab melalui Pengalaman Langsung
Santri dan siswa dilatih untuk mandiri melalui kegiatan harian seperti membantu pekerjaan di pesantren, menjaga kebersihan, atau mengatur jadwal belajar mereka sendiri. Ahmad Faozi dalam tesisnya menekankan pentingnya self-leadership dalam pendidikan.
Implementasi Kindness Strategy:
- Tugas diberikan secara bertahap sesuai kemampuan peserta didik, dengan apresiasi atas setiap usaha mereka.
- Kesalahan tidak dihukum secara keras, tetapi dijadikan bahan refleksi bersama. Misalnya, jika ada santri yang lupa menjaga kebersihan, guru bertanya, “Apa yang bisa kita lakukan agar ini tidak terjadi lagi?”
4. Mengintegrasikan Nilai Islam dalam Kehidupan Sehari-Hari
Sekolah dan pesantren menjadi tempat ideal untuk menanamkan nilai-nilai Islam dalam aktivitas sehari-hari. Salat berjamaah, mengaji, dan muhasabah adalah tradisi yang membentuk karakter santri.
*Implementasi *Kindness Strategy:**
- Guru menjelaskan makna spiritual di balik setiap aktivitas. Misalnya, dalam kegiatan kebersihan, dijelaskan bahwa menjaga kebersihan adalah bagian dari iman.
- Aktivitas harian dikaitkan dengan tujuan akhirat, sehingga peserta didik memahami hikmah di balik rutinitas tersebut.
5. Kolaborasi dan Musyawarah untuk Membentuk Karakter
Kegiatan kolaboratif seperti musyawarah dan kerja kelompok mengajarkan nilai kerja sama dan empati. Ahmad Faozi menyoroti pentingnya pembinaan karakter melalui aktivitas bersama.
*Implementasi *Kindness Strategy:**
- Dalam musyawarah, guru mendorong peserta didik untuk saling mendengarkan dan menghormati pendapat.
- Konflik dalam kelompok diselesaikan melalui dialog empati, di mana setiap pihak diajak memahami sudut pandang orang lain.
6. Evaluasi Berbasis Refleksi dan Motivasi
Pendekatan evaluasi dalam pendidikan sering kali hanya berfokus pada hasil, tanpa mempertimbangkan proses. Ahmad Faozi dalam penelitiannya menggarisbawahi pentingnya refleksi dalam pembelajaran.
*Implementasi *Kindness Strategy:**
- Guru memberikan umpan balik yang membangun, seperti, “Saya senang dengan usaha kamu, meskipun hasilnya belum maksimal. Apa yang bisa kita perbaiki bersama?”
- Muhasabah dilakukan untuk merenungkan apa yang telah dipelajari, sehingga peserta didik merasa dihargai atas proses, bukan hanya hasilnya.
Kesimpulan: Pendidikan Rahmatan Lil ‘Alamin
Kindness strategy adalah pendekatan pendidikan yang tidak hanya menanamkan ilmu, tetapi juga membentuk karakter mulia yang berlandaskan kasih sayang, keikhlasan, dan empati. Kolaborasi antara nilai-nilai Islam, tradisi pesantren, dan pendekatan humanis ini menciptakan lingkungan pendidikan yang harmonis dan bermakna.
Sebagai pendidik, tugas kita bukan hanya mencetak generasi cerdas, tetapi juga menciptakan manusia yang mampu membawa rahmat bagi semesta. Pendidikan yang berbasis pada kasih sayang akan menghasilkan individu yang tidak hanya berprestasi di dunia, tetapi juga siap menyongsong akhirat.
Wallahu a‘lam bishawab.









