Meneladai Sosok Kiyai Pejuang Abdul Chalim Leuwimunding

Oleh Fauzan Satyanegara

Jarang bicara tapi bekerja nyata. Sifatnya solider, terbuka, dan tawakal. Wejanganya menggerakkan, “kamu harus berfikir yang membiayaimu itu Allah, saya hanya perantara saja. Jangan pernah ngadu, jangan suka mengeluh dalam hidup ini atau dalam hal apapun. Berbahaya orang yang suka mengeluh.”   

Abdul Chalim Leuwimunding sosok yang alim, sederhana, dan bersahaja. Asal dari Jawa Barat Leuwimunding. Salah satu kiyai yang membidani berdirinya Nahdlatul Ulama (NU) 31 Januari 2026 di Kertopaten Surabaya. Namanya tercatat sebagai Katib Tsani pada kepengurusan NU kali pertama, sementara Katib Awwal dijabat KH Wahab Hasbullah.

Abdul Halim Leuwimunding dilahirkan pada Juni 1898 dari pasangan Mbah Kedung Wangsagama dan Nyai Santamah. Para buyutnya ke atas adalah tokoh-tokoh setempat, yaitu Buyut Kreteg, Buyut Liuh, dan Buyut Kedung Kertagama.

Masa kecilnya Abdul Halim belajar mengaji di Pesantren Trajaya, Majalengka, kemudian meneruskan ke Pesantren Kedungwuni, Majalengka, dan dilanjutkan di Pesantren Kempek, Cirebon. Umur 16 tahun (1914-1917) ia sudah melakukan pengembaraan ke Makah lalu melanjutkan ke Jawa Timur, Tebuireng, Tambakberas, dll.

Abdul Chalim Leuwimunding pernah terjun digelanggang politik di Masyumi dan Partai NU. Ia juga pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR GR) diera demokrasi terpimpin. Selama menjadi dewan ia tidak pernah memakai uang dan fasilitas negara. Musala atau masjid dipilihnya sebagai tempat bila dalam tugas di ibu kota.

Pelaku sejarah dan penggerak kemerdekaan. Abdul Chalim Leuwimunding patriot dan pejuang. Peredam pergerakan DI/TII Jawa Barat. Memobilisasi ulama untuk melaksanakan serangan umum melawan Sekutu. Ia adalah mentor politik dan penggembleng pasukan laskar Hizbullah dalam pertempuran Surabaya 10 November 1945.

Bersama kiya-kiyai di Jawa Barat, atas saran KH Wahab Hasbullah maka pada 1963 Abdul Chalim Leuwimunding mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Ulama (MINU). Berikutnya berkembang dengan Madrasah Tsanawiyah Leuwimunding, MTs Sabilul Chalim.

Ayahanda dari Prof Dr KH Asep Syaifuddin Chalim MA selain berkiprah dalam pendidikan kala itu, ia adalah pejuang dibidang pemberdayaan warga NU Jawa Barat dengan membentuk wadah penguatan masyarakat PERTANU (Perkumpulan Petani NU), pendirian lembaga-lembaga pendidikan, dan PERGUNU (perkumpulan guru NU), Hayyatul Qulub dll.

Hidupnya sederhana dan bersahaja. Meninggal pada 11 April 1972. Abdul Chalim Leuwimuding dikebumikan di Leuwimunding Majalengka Cirebon, komplek Pondok Pesantren Sabilul Halim.

Sang kiyai tidak meninggalkan harta warisan kepada keluarga dan keturunanya selain madrasah kecil Madrasah Sabilul Halim dan buku kecil tentang perkembangan awal Nahdlatul Ulama hingga 1970, yakni Sejarah Perjuangan KH Abdul Wahab Hasbullah.