Menjadi Pahlawan Digital? Ini kuncinya!

Pergunu DIYYogyakarta-Perkembangan teknologi digital melahirkan perubahan besar dalam gaya hidup manusia. Semua akses informasi dilakukan melalui internet, sehingga manusia “menggantungkan‟ hidupnya dengan berbagai platform media digital. Mulai bangun tidur sampai hendak tidur lagi, manusia sulit jauh dari smartphone di tangannya.

Perubahan gaya hidup ini punya pengaruh sangat besar dalam konteks beragama di Indonesia. Dulu, umat Islam mengakses ilmu agama melalui jalur ilmu kepada guru di berbagai lembaga pendidikan keislaman. Murid datang kepada guru dengan membawa buku dan kitab. Guru menjawab sesuai kitab yang jadi rujukannya.

Kini, semua itu sudah berubah. Akses ilmu pengetahuan agama dan keislaman bukan lagi terbatas pada cara-cara konvensional tersebut. Akses ilmu pengetahuan digerakkan melalui media digital yang bisa kapan saja dinikmati. Fakta ini tak bisa dipungkiri harus mendapatkan jawaban yang tepat agar umat tidak kehilangan pegangan, agar umat punya sandaran ilmu yang tetap punya jalur sanad yang jelas dengan para guru. Dalam konteks ini, pahlawan digital sangat dinantikan kiprah dan perannya untuk menghadirkan nilai-nilai keislaman yang moderat kepada umat melalui berbagai platform media yang berkembang.

Pahlawan digital harus hadir, sehingga berbagai ujaran kebencian yang dialamatkan dalam sentiment agama mendapatkan pencerahan yang tegas. Mendesain lahirnya pahlawan digital yang sinergis dengan ilmu keulamaan akan memiliki daya perjuangan yang luar biasa, melanjutkan kiprah kepahlawanan yang sudah ditorehkan para pendahulu pendiri bangsa. Dari sini, Komisi Informasi dan Komunikasi Majlis Ulama Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (MUI DIY) menyelengarakan semiloka untuk memberikan makna kritis atas fenomena mutakhir agama di ruang media sosial. Untuk menguatkannya, acara ini juga dilaksanakan dengan temu pengelola media keislaman di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kolaborasi antar pengelola media keislaman akan menjadi sinergi yang strategis dalam pengembangan konten media keislaman di Yogyakarta.

Dewan pimpinan Majelis Ulama Indonesia D.I. Yogyakarta melalui Komisi Informasi dan Komunikasi menyelenggarakan Seminar dan Lokakarya (Semiloka) MUI D.I. Yogyakarta dengan tema “Menjadi Pahlawan Digital untuk Moderasi Beragama” yang dilaksanakan pada hari Sabtu 3 Desember 2022 pada pukul 08.00 – 12.00 WIB.

Prof. Dr. KH. Machasin, MA. membuka Seminar dan Lokakarya dengan penekanan penting salah satu petuahnya, yaitu kehidupan di dunia kadang ada yang baik kadang ada yang tidak baik, baik yang ada di diri kita atau lingkungan sekitar kita. Maka harus berhati hati dan istighfar atas segala kesalahan kita yang disengaja ataupun tidak. Apalagi di dunia digital yang luar biasa perkembangannya saat ini, kadang yang jadi contoh panutan bukan mereka yang bermanfaat besar di sekitarnya, tetapi mereka orang orang yang populer, viral dengan segala konten dan tingkah lakunya.

Dalam proses seminar lokakarya tersebut ditemukan beberapa kunci untuk menjadi pahlawan digital di era ini. Pentingnya ilmu, pemahaman dan sikap dalam counter pemahaman pemahaman yang salah dan menimbulkan kebencian. “Memahami media untuk kemaslahatan umat lebih disukai daripada harus mengkotak kotakkan ini media islami ini tidak. Kemudian semangat berdakwah jangan lupa pada filter terhadap informasi itu benar atau tidaknya.

Banyak konten yang diragukan kebenarannya yang kadang mengandung provokasi, hanya untuk ekonomi, cari perhatian yang dianggap oleh kita sebagai konten dakwah. Semua orang jadi penafsir untuk memuat produk informasi yang bisa membahayakan orang atau komunitas yang lain. Sehingga yang disampaikan tidak menjadi fakta yang murni”. Ujar Saptoni (Centre for The Study of Islam and Social Transformation / CISFORM).

Himbauan bagi pengelola media tidak sembarangan mentafsirkan sebuah kejadian. Jika kegelisahan ini terjadi, maka informasi seperti sampah yang harus dipilah, dibuang bahkan didaur ulang.

Untuk jadi pahlawan digital harus memperhatikan prinsip Adil, Rahmat, Hikmah, dan maslakah untuk dijadikan dasar dan tujuan bermedia. Ibn Qoyyim mengatakan syariat harus berdasar hikmah dan maslakah ke masyarakat. Sebaik apapun ajaran jika menentang rahmat dan kebaikan maka itu bukan ajaran agama. Adil, rahmat, maslahah, dan hikmah menjadi fondasi kesyariatan. Jika ini dihadikan dalam dasar bermedia maka pengelola media tidak akan sembarangan dalam tafsir maupun mengutip ayat di setiap kejadian yang ada.

“Praktek keberagamaan yang ada ditengah keberagaman dasarnya adalah maslahah. Disinilah semangat berbangsa dan bernegara harus dijaga dengan prinsip adil dan keseimbangan. Tiangnya adalah komitmen kebangsaan, toleransi antar kelompok, damai, dan penerimaan adat tradisi yang kaya di Indonesia”. Ungkap Dr. Subi Nur Isnaini, LC.,MA (Center for Islamic Thoughts and Muslim Societies (CITMS) / pengamat Timur Tengah)

Prof.Dr. H. Abd Mustaqim, M.Ag. (Ketua Bidang Infokom MUI DIY) menjelaskan tentang “The nature of islam is moderation” karakter dasar islam adalah washatiyah (moderat). Menjadi pahlawan digital butuh action dan wawasan yang kuat. Maka perlu memperhatikan 3 hal. Yang pertama adalah toleransi (tasamuh) jangan dengan dalih fanatisme beragama kita memaksakan keyakinan tertentu.

Kedua hindari kekerasan tidak hanya di dunia nyata tetapi juga di alam maya. Sopan di ruang kelas tetapi kurang beretika di dunia maya, bahkan kadang share hoax begitu mudah menjadi kecerobohan kita di dunia maya. Yang ketiga adalah komitmen kebangsaan dimana ajaran ini ada dalam piagam madinah di pasal 43 bela negara menjadi poin penting dalam menjaga nasionalisme yang diajarkan oleh Nabi Muhammad.

Pergunu Ikut Serta dalam Kegiatan Seminar Lokakarya MUI DIY

Inilah referensi kunci menjadi pahlawan digital ditengah kemajemukan untuk menjaga komitmen berbangsa dan bernegara. Di tengah situasi krisis, ekonomi yang tidak menentu dan mendekati pesta demokrasi 2024, pahlawan pahlawan digital sangat dibutuhkan bangsa ini.


Pewarta: Mochammad Sinung_ Restendy Founder Yayasan Spirit Dakwah Indonesia